Rabu, September 22, 2010

UMK 2011 Antara Harapan dan Kenyataan

Sejak bulan Agustus hingga akhir September 2010 telah banyak opini yang bekembang baik di tingkat Subosukowonosaten, Jawa Tengah maupun Popinsi lain se Indonesia untuk analisis tentang usulan Upah Minimum Kabupaten Kota (UMK)2011 yang akan berlaku mulai Januari yang akan datang.Menarik memang untuk dikaji, faktor penentu apa yang dipakai untuk perhingan UMK tersebut. Kalangan pekerja misalnya selalu berpedoman pada nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL)hasil survei bulan Januari-Agustus 2010, atau ada juga yang menggunakan prediksi KHL hingga Desember 2010. Ada pula yang beralasan karena naiknya biaya hidup pekerja sebagai dampak dari kebijakan dibidang ekonomi maupun kebijakan lain dari pemerintah, temasuk pula para pewakilan pengusahapun juga merujuk pada kebijakan tarif dasar listik (TDL) misalnya disebut sebagai kenaikan ongkos produksi yang pada akhirnya akan membebani total ongkos perusahaan.Walaupun secara normatif, penentuan usulan UMK perlu mendasarkan pada pertimbangan : laju pertumbuhan ekonomi daerah, inflasi, pasar kerja daerah, tingkat pertumbuhan produktivitas pekerja, upah didaerah sekitar, usaha marginal maupun besarnya KHL itu sendiri.

Dari sisi pekerja, upah khususnya UMK merupakan harapan agar dapat dipakai untuk hidup layak pada ukuran primer, hingga sekunder dan tersier? Walaupun kenyataannya boleh jadi belum sepenuhnya tercapai, bahkan tidak akan tercapai.Namun demikian, bagi para pengusaha, sedikitpun kenaikan UMK barangkali juga akan mempunyai multiplier efek terhadap eksistensi keberlanjutan usahanya. Maka, semakin santernya opini yang mengarah pada 100% KHL besarnya UMK 2011, juga akan menjadi pekerjaan rumah bagi para pengusaha.

Dilain pihak, sebenarnya rendah atau tingginya UMK, sebenarnya tidak menjadi masalah ditataran pelaksanaan.Banyak bukti bahwa para pekerja yang sudah bekerja bertahun-tahunpun dibayar dengan upah kurang dari UMK juga tidak apa, karena perjanjian bersama bipartite baik-baik saja, semuanya sudah sepakat, tidak memasalahkan besarnya upah, usaha jalan terus, upah dibayar tepat waktu, urusan selesai. Walaupun Undang2 Ketenagakerjaan sebenarnya tidak membenarkan paktek itu. Tetapi karena situasi pasar kerja diseluruh wilayah Indonesia sangat rigid, ketat, kelebihan penawaran dan tidak merata, maka akan berdampak pada situasi itu. Oleh karena itu, UMK sebagai harapan dan kenyataan, sebenarnya terpulang kepada negosiasi yang sempurna antara perwakilan pengusaha dan perwakilan pekerja dalam musyawarah, mufakat dan sidang di Dewan Pengupahan Daerah. Pemerintah sebagai regulator, dan akademisi sebagai kontributor masukan bisa netral dalam aktifitasnya untuk kepentingan bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar